Pandangan Religi Masyarakat Jepang #1
- Kuil Shinto Tagata
Kuil Tagata yang Penuh Patung Alat Klamin
Mereka berharap kebahagian kepada sesuatu yang besar di luar dirinya dan mereka membutuhkan media untuk menyalurkan harapan, rasa syukur dan bahagia.
Bangunan samping dari kuil tagata |
Siap-siap untuk terkejut jika anda berkunjung ke Kuil Shinto Tagata, tepatnya di kota Komaki, sebalah utara Nagoya . Karna semua properti di dalam area kuil ini menyerupai alat kelamin peria. mulai dari patung raksasa yang diarak setahun sekali, genta, pagar, hingga hias-hiasan semuanya berbentuk alat kelamin. Begitu juga denga relief di taman yang terbuat dari batu.
Pagar berbentuk alat kelamin |
Kuil ini terdiri dari 2 bagian. Bagian depan sebagai bangunan utama, bersebrangan dengan tempat para miko (perempuan muda pengabdi yang bekerja di kuil) yang melayani pengunjung untuk berbagai keperluan berkaitan dengan pemberkatan.
Tempat miko melayani pengunjung |
Kuil ini sering dipakai untuk acara shichi go san, yaitu acara pemberkatan anak usia 7, 5 dan 3 tahun. Mereka datang dengan keluarga dan kakek nenek mereka untuk mendapatkan pemberkatan kesehatan lahir dan batin.
Di sisi kanan dalam kuil berjajar 5 patung berukuran 40 cm dengan diameter 10 cm. Setiap tahun dalam acara arak-arakan, masing-masing patung itu akan dibawa seorang wanita dewasa agar pengunjung bisa menyentuhnya. Dengan harapan memiliki keturunan atau ingin bahagia layaknya orang dewasa dalam kehidupan seksual.
Acara arak-arakan tahunan |
Mereka berharap pada sesuatu yang besar di luar diri untuk menjadi bahagia. Dan mereka membutuhkan media untuk menyalurkan harapan, rasa syukurnya dan rasa bahagianya.
Mengapa orang jepang tidak heboh saat berhadapan dengan patung-patung itu? Karna menurut mereka alat kelamin adalah bagian dari alam. Jadi memajang dan memegang patungnya bukanlah hal yang tabu.
Entah apa jadinya jika patung-patung itu ada di daerah yang memandangnya sebagai hal yang tabu. Disini terdapat pelajaran yang berharga bahwa belum tentu sesuatu yang dipandang buruk di suatu daerah, juga buruk untuk daerah lainnya. menghargai tradisi dan melestarikannya merupakan salah satu cara hidup dengan rukun, anam dan damai.
0 Response to "Pandangan Religi Masyarakat Jepang #1"
Post a Comment